Jumat, 26 Oktober 2018

Cerita Dewasa - Bercinta Dengan Penjual Koran


KacangMasPoker - Cerita Dewasa -  Bercinta Dengan Penjual Koran - “Koran.. Koran ya Koran.. Pempek ya pempek.. Pempek Koran..”
Astri memicingkan telinganya mendengar suara tersebut. Di siang hari seperti itu sebenarnya tak jarang ada penjual yang masuk kedalam komplek menjajakan barang dagangan.

Pengalaman Astri sepanjang 10 tahun tinggal disana, ia telah hapal mana-mana saja penjual makanan atau barang yang lewat di wajah rumahnya. Namun kali itu Astri menjadi tidak familiar bersama dengan suara tersebut. Iseng, Astri pun berlangsung kedepan dan melongok keluar.

“Dek, sini masuk.”

Astri melambaikan tangannya memanggil si penjual tersebut. Dan sebenarnya benar tebakannya, ia baru kali ini menyaksikan si pemuda penjual koran ini di sekitaran komplek.
“Jualan apa, Dek?”
“Koran bu, tabloid, seluruh ada.”
“Oh.. itu apa di dalam?”
“Pempek bu. Masih hangat bu baru digoreng.”

Astri mengangguk-angguk sembari memandangi si pemuda tanggung selanjutnya mengeluarkan koran-korannya di pelataran beranda rumah supaya Astri dapat pilih.

“Kok saya baru menyaksikan anda dek. Biasanya yang dagang koran ada ulang langganan saya yang telah tua. Pak Romli kalo ga keliru namanya.”

“Iya bu, itu paman saya. Beliau sakit semenjak awal bulan, jadi tidak dapat dagang.” Jawab si pemuda itu singkat. Astri menerka-nerka umurnya barangkali sepantaran bersama dengan anaknya yang paling sulung.

“Oh, sakit apa dia pak romli? Parah sakitnya?”
“Sakit gula bu, saat ini paman cuma tidur saja dirumah. Saya yang bantu jualan koran juga.”
“Astaghfirullah, semoga sehat-sehat saja ya Pak Romli. Nama anda siapa, nak?” Tanya Astri melembut.
“Saya Udin, bu.” Jawab Udin sopan.
“Kamu kelas berapa? Masih sekolah?”

Udin menggeleng malu-malu.

“Saya terakhir lulus SMP tahun 2 tahun selanjutnya bu. Tadinya cuma jualan pempek sepulang sekolah, bantu-bantu paman dan adik-adik sepupu saya yang tetap kecil-kecil. Tapi saat ini saya full jualan pempek saja di kurang lebih pasar pagi. Sekarang karena paman sakit, saya terhitung jualan koran.” Ujar Udin bercerita bersama dengan polosnya.

“Orangtua anda kemana?”

Udin lagi-lagi menggeleng malu-malu. Luluh rasanya hati Astri, lebih-lebih terbayang seumpama anak-anaknya wajib menekuni hidup seperti Udin. Bulat hati Astri menghendaki meringankan beban Udin.

“Yasudah, kalo gitu saya membeli tabloidnya satu dan korannya satu ya. Pempeknya terhitung saya bungkus 5 ya, Nak.”
“Baik bu. Saya bungkusin saat ini Bu.” Jawab Udin cepat bersama dengan sumringah. Astri tersenyum kecil menyaksikan sedikit pancaran kebahagian di mata Udin.

“Kamu sering-sering kesini ya, saya terhitung telah ga dulu langganan koran dan tabloid. Nanti biar ibu membeli koran sama tabloid kamu.” Ujar Astri sambal tersenyum hangat. Udin cuma mengangguk-angguk sambal mengulum senyum membungkus pempek pesanan Astri.

Dan seperti itulah persahabatan kecil pada Astri dan Udin terjalin. Dua-tiga hari sekali Udin pastri singgah mempunyai koran dan tabloid pesanan Astri. Tak jarang Astri memborong pempek dagangan Udin, sampai heran suami dan anak-anaknya selamanya saja ada pempek di meja makan terhidang.

Astri yang kesehariannya cuma tinggal di rumah sendiri sebagai ibu rumah tangga turut puas bersama dengan terdapatnya Udin yang sesekali singgah menemaninya siang-siang untuk cuman berteduh dan mengobrol sejenak dengannya.

Hingga di suatu siang di musim hujan, hujan deras mengguyur komplek sedari subuh. Hujan gerimis dan deras yang singgah silih berganti tak pelak menyebabkan komplek banjir di beberapa titik. Astri sendiri wajib terjerat di pasar swalayan menanti hujan reda. Barulah kala hujan berganti gerimis Astri baru berani untuk naik gojek pulang ke rumah.

Hujan tetap mengguyur agak deras kala Astri masuk kedalam kawasn komplek. Dari belakang jok tukang ojek mata Astri menangkap sesosok Udin yang berdiri berteduh di pos satpam.

“Eh, eh pak stop bentar pak. Din! Udin!”
Udin memicingkan mata menyaksikan sesosok wanita berkerudung diseberang jalan yang berhenti diatas motor. Segera ia mengenali sosok Astri salah satu rintik hujan.

“Kamu ngapain disitu din? Jangan neduh disana, nanti basah! Kamu lari kerumah saya aja ya cepet! Ibu tunggu!” Teriak astri. Udin sayup-sayup mendengar ucapan Astri dan mengangguk-anggukan kepalanya.

Tak lama berselang Astri turun berasal dari ojek, Udin pun tiba sembari setengah berlari. Astri buru-buru melambaikan tangan menyuruh Udin masuk kedalam rumah Karena hujan ulang menderas. Udin tiba di beranda rumah agak terengah-engah, korannya muncul aman Karena ditutupinya bersama dengan plastrik. Namun baju dan rambutnya amat basah kuyup akibat berlindung di pos satpam.

“Astaghfirullah, telah taro aja didepan korannya Din. Masuk aja sini kedalem gapapa.” Ujar Astri seraya terhubung kunci pintu rumah.
Udin berdiri canggung di wajah pintu sembari badannya agak menggigil. Astri berdecak sambal bergeleng iba menyaksikan kondisi Udin.
“Sebentar ya Ibu carikan handuk. Baju ibu terhitung basah nih. Kamu langsung mandi aja Din, daripada anda demam. Yuk ibu antar kedalam.”

Astri membimbing Udin menuju kamar mandi tengah. Udin baru kali itu masuk kedalam rumah. Dipandanginya furniture dan foto-foto keluarga Astri seraya ia berlangsung kedalam rumah. Tak lama Astri muncul berasal dari dalam kamar dan menyerahkan Udin handuk bersih untuk ia gunakan.

“Tuh anda pake, anda masuk aja langsung mandi ya. Ibu terhitung sudi pindah baju. Ibu masuk terhitung ya.” Ujar Astri cepat sambil lantas menghilang ulang kedalam kamar.

Udin muncul berasal dari kamar mandi bersama dengan cuma lilitan handuk di pinggangnya. Lagi-lagi ia cuma dapat berdiri canggung didepan kamar mandi pas Astri belum muncul berasal dari kamar. Tak lama pintu kamarpun terbuka dan Astri muncul tetap sambil mengeringkan rambutnya bersama dengan handuk.

“Eh yaampun ibu lupa, sebentar ya Din ibu tadi telah ambilin bajunya raffa pas baju anda basah. Nih pake dulu, Din. Baju anda biar kering dulu aja.” Ujar Astri ulang sembari menyodorkan baju anaknya ke tangan Udin.


Udin cuma melongo tatkala Astri menyodorkan baju selanjutnya ke tangannya. Baru kali itu Udin menyaksikan segi lain berasal dari Astrid yang tak mengenakan kerudung dan cuma berdaster saja. Rambut Astri yang tetap basah terkait bebas pendek sedikit di bawah kuping, sekilas mengingatkan dapat model rambut Desy Ratnasari.

Memang ada sedikit perbedaan disana sini, berasal dari wujud badan Astri yang sedikit lebih berisi barangkali Karena sebenarnya aspek umur, atau mata astri yang agak sedikit lebih sipit berasal dari Desy Ratnasari yang asli, namun secara total mereka sebenarnya tak tidak serupa jauh.

“Loh kok diem aja Din? Ini ambil bajunya, anda pindah di kamar mandi gih.” Ujar Astri sembari tetap asik mengeringkan rambutnya bersama dengan handuk.
“I-iya bu..” .

Udin pun menghilang kedalam kamar mandi untuk berganti baju. Astri bersama dengan santai memunguti baju basah Udin dan membawanya kebelakang ke daerah cucian untuk cuman dijemur.

“Udah pindah bajunya din? Baju anda ibu jemur dulu ya di belakang biar kering.”

Udin cuma mengangguk-angguk sambil duduk bersama dengan canggung mengenakan kaus dan celana basket longgar. Astri tersenyum kecil menyaksikan Udin yang sedari tadi mengupayakan untuk tidak memandangi Astri.

“Kenapa anda din? Kok kaya heran gitu ngeliatin Ibu. Heran ya baru kali ini lihat ibu ga pake kerudung? Hehe”

Baca Juga : Cerita Dewasa – Mengajari Dua Abg Perawan Tentang Ejakulasi

Udin cuma tersenyum kecut menanggapi candaan Astri. Memang agak sedikit kaget Udin dibuatnya. Astri yang sering berkerudung sopan sampai mengenakan kauskaki tipis, kini melenggang santai cuma mengenakan daster kutung (daster tanpa lengan) cuman dengkul.

“Gapapalah Din, sekali-kali ini. Lagian didalem rumah terhitung ga ada yang liat. Yang lihat terhitung kan anda aja ga ada orang lain.” Hibur Astri ulang sambil tersenyum lembut.

Setelah itu Astri dan Udin pun makan bersama dengan khidmat bersama dengan lauk seadanya di meja makan. Pelan-pelan Udin dapat menyesuaikan diri ulang dan merekapun berdua asyik mengobrol seperti biasanya. Di luar hujan tetap terus menggelegar, Astri mengintip muncul berasal dari balik jendela mengamati air yang tercurah begitu banyaknya berasal dari langit.

“Untung aja tadi ya Din, ibu ngeliat kamu. Coba lihat nih, ujannya masi ga berenti terhitung tambah jadi deres. Bisa banjir ni komplek.. ckck” Ujar Astri sambil memijat-mijat tengkuknya sendiri.

“Iya bu..” Jawab Udin pelan.
“Duh kayanya ibu masuk angin deh, tengkuk ibu berat banget ini rasanya. Kamu dapat ngerok ga din?” Keluh Astri.

Udin cuma menggeleng pelan.

“Tapi jangan dikerok terhitung sih, nanti heran ulang suami saya kok dapat ada yang ngerok? Bisa berabe.. hahaha. Ibu minta tolong pijitin aja ya din?” Pinta Astri ulang sembari beranjak kedalam kamar melacak minyak urut. “Sini aja Din, masuk nggapapa..” Panggil astri ulang berasal dari dalam kamar.

Udin melangkah bersama dengan lambat, tetap ragu dikarenakan menjadi tidak enak, untuk pertama kalinya ia masuk kedalam kamar tidur orang lain tentu saja mengakibatkan rasa canggung.
“Nih minyak urut din, anda olesin aja nih ke pundak sama leher belakang ibu. Tolong yah?” Ujar astri sembari bersendawa sendiri yang kini telah duduk di pinggir kasur.

Udin sudi tidak sudi mengikuti keinginan Astri. Dengan hati-hati udin menumpahkan sedikit minyak angin ke permukaan tangannya dan mengusap tengkuk astri pelan.
“Hmm.. anget. Iya gitu din, agak dipencet-pencet Din.”

Dengan patuh Udin menuruti komando astri. Sempat kagum udin oleh halus lembutnya kulit astri yang sepanjang ini selamanya terbalut kerudung. Namun dientaskannya asumsi itu jauh-jauh. Astri mengangguk-angguk terpejam nikmati alur Udin.

“Din, sambil tiduran dapat ngga din? Ibu pegel terhitung duduk nyamping gini.” Tukas astri cepat. Dengan santainya astri melengos dan menelungkupkan wajah berbaring tengkurap diatas kasur.

Udin lagi-lagi tercekat menelan ludah menyaksikan Astri dalam posisi seperti itu. Masih bersama dengan takut-takut udin bergerak turut naik keatas kasur. Astri lantas melebarkan ke-2 kakinya menambahkan area bagi Udin untuk bersimpuh salah satu kakinya. Sekelebat putih halusnya paha dalam astri menyebabkan jantung udin berdegup kencang. Udin menjadi meraba pelan punggung astri dan menjadi memijitnya perlahan.


“Hmm iya din gitu din.. kuat terhitung ya pijitan kamu..” ujar astri sembari selamanya telungkup dan memejamkan mata. “Atasan ulang din di pundak kaya tadi.” Pinta astri lagi.

Udin bersama dengan agak ada problem mencondongkan diri jadi kedepan mengupayakan meraih pundak astri. Meski astri telah melebarkan kakinya selamanya saja udin ada problem dikarenakan sudi tak sudi udin wajib jadi merapat salah satu sela kaki astri. Dan benar saja, baru kala udin hendak memajukan badannya, tanpa sengaja tubuh anggota bawah udin menyenggol pantat astri.

“M-maap bu, p-permisi.” Tukas udin cepat-cepat. Astri cuma terkekeh kecil dikarenakan canggungnya udin. “Iya gapapa, cepet pijit lagi.” Jawab astri tak sabar.

Udin ulang memijat sambil mengupayakan menghambat anggota bawahnya supaya tidak menyenggol lagi. Namun tentu saja percuma dikarenakan posisinya tidak memungkinkan. Sehingga udin mengupayakan supaya tidak amat sering melekat ke pantat astri.

Diam-diam udin terhitung mengupayakan sekuat tenaga supaya tidak terbangun dedek kecilnya, dikarenakan jujur saja lembutnya pantat astri sudi tak sudi merangsang kemaluannya jadi terbangun. Tiap kali melekat rasanya darah di dalam diri udin berdesir.

Baca Juga: Cerita Dewasa – Sungguh Nikmat Lubang Tante Siska

Astri terhitung sebenarnya mengetahui udin yang mengupayakan keras menghambat diri dan selamanya sopan. Astri mengetahui betul di usia segitu baik udin maupun anak tertuanya telah menjadi menekuni proses jadi dewasa dan tertarik bersama dengan lawan jenis, supaya astri mengetahui betul apa yang dialami udin pas ini. Namun astri diam-diam saja, malahan agak sedikit geli menyaksikan udin seperti itu. Akhirnya astri menyuruh udin untuk santai saja.

“Udah din gapapa, nempel dikit terhitung gapapa kok.” Ujar astri sambil selamanya telungkup.

Udin tidak langsung menjawab dan cuma diam saja. Akhirnya udin memberanikan diri untuk mengiyakan perkataan astri. Udin akhirnya mencondongkan badannya kedepan dan menempelkan tubuh anggota bawahnya ke pantat astri. Udin malu-malu menghela napas kala ia merasakan burungnya melekat tepat di tengah-tengah pantat astri yang lembut.

Begitu pula astri yang akhirnya merasakan bonggolan kenyal di anggota belakangnya. Astri agak terkekeh merasakan burung udin yang telah setengah mengeras. Dasar anak muda, pikir astri dalam hati.

Namun bersama dengan begitu tak lantas menyebabkan udin tambah jadi biasa saja, justru kebalikannya udin jadi tersiksa menghambat ereksinya. Udin mengupayakan mengalihkan perhatiannya bersama dengan berpikir perihal yang lainnya.

Namun sialnya di segi kasur terkandung cermin berukuran besar yang melekat di lemari. Tatkala udin melirik, ia menyaksikan dirinya seakan sedang berhubungan badan bersama dengan astri dalam posisi seperti itu. Udin jadi jadi tercekat dan sialnya perihal selanjutnya tambah menyebabkan ereksi udin jadi menjadi-jadi.

Astri yang tadinya setengah mengantuk tambah jadi melek terbangun merasakan gundukan lembek di pantatnya kini tambah membongkah. Diam-diam astri jadi menjadi agak geli-geli terhitung tiap kali burung udin yang melekat erat di pantatnya berkedut pelan. Namun astri menentukan diam saja dikarenakan seumpama ia bergerak membenarkan posisinya, udin pastri jadi malu sekali. Jadi astri menentukan untuk diam saja berpura-pura tidur.

Di lain pihak udin telah merah padam wajahnya, keringat dingin mengalir di lehernya. Udin menentukan untuk menunduk saja mengalihkan pandangannya kebawah. Namun udin kaget bukan kepalang manakala ia mengetahui ujung bawah daster astri telah setengah tersingkap keatas.

Sekilas udin dapat menyaksikan bongkahan pantat astri setengah mengintip berasal dari segi dasternya. Udin menjadi terpaku kuatir untuk bergerak namun terhitung kuatir untuk berhenti. Takut tambah seumpama ia berhenti dan membenarkan dasternya, astri tambah terbangun dan memergokinya.

Astri awalannya tidak menjadi ujung dasternya tersingkap ketas, dan sama sekali lupa ia tak mengenakan celana dalam pas itu. Sehabis mandi ia buru-buru mengenakan baju dan mencarikan baju untuk udin sampai ia terlupa.

Namun suatu pas tiba-tiba astri menjadi geli di anggota bawah tubuhnya, manakala ujung bonggol udin yang mengeras berasal dari balik celana menggosok permukaan kemaluannya yang tak tertutup apa-apa.

Astri agak panik, namun tak berani untuk bergerak maupun bersuara manakala tiap kali udin bergerak, ujung kemaluan udin menggosok lembut bibir kemaluannya. Astri terdiam menggigit bantal mengupayakan supaya tidak bersuara samasekali.

Sekali, dua kali, tiga kali, sampai berkali-kali, lama kelamaan memberi efek yang jadi intens dalam diri astri. Badannya jadi lemas keenakan oleh gesekkan udin. Matanya jadi pelan-pelan sayu, khidmat menerima tiap gerakkan yang ditimbulkan oleh udin.

Apalagi pas itu udin cuma menggunakan boxer tidak tebal tanpa celana dalam, yang tentu saja menjadi oleh kemaluan astri khususnya setelah jadi jadi sensitif akibat gesekkan ujung penis udin.

Astri cuma dapat menghendaki udin tidak merasakan badan astri yang kaku menghambat gelinjang tiap kali udin menyenggol kemaluannya, dan tidak mengetahui kemaluannya yang kian berembun akibat gesekkan tersebut.

Hingga akhirnya terhadap suatu kala astri yang telah begitu lemas tak berdaya menjadi udin menghentikan aksinya. Kesadarannya yang telah hampir setengah menipis sedikit bangkit kembali. Hati kecilnya bertanya-tanya kenapa udin tambah menghentikan aksinya kala ia telah hampir pasrah dalam kenikmatan.

Namun pertanyaannya terjawab tak lama berselang kala ulang astri merasakan sensasi geli itu singgah lagi, namun kali ini astri dapat merasakan mengetahui hangat daging keras udin bersentuhan langsung bersama dengan kulitnya.

Astri terbelalak namun selamanya terdiam walaupun kaget. Kembali digigitnya bantal di bawah mukanya itu kencang-kencang. Astri tak menyangka udin berani berbuat sejauh ini. Terdengar napas udin yang terhitung agak tersengal-sengal dibelakangnya.

Entah mengapa dalam kepanikan seperti itu astri menentukan untuk diam mematung ketimbang menghentinkan aksi udin. Mungkin astri terhitung telah terbuai keenakan, entah dikarenakan alasan lainnya. Yang mengetahui astri merasakan badannya ulang lemas digelitiki rasa geli kala udin ulang menggesekkan moncong kemaluannya di bibir kemaluan astri yang kini tak ulang dihadang celana.

Udin menjadi kepalanya begitu berat, dan sekelilingnya jadi kabur. Nafasnya memburu dan gelora nafsunya tidak dapat ulang dibendung. Apalagi kala ujung penisnya merasakan hangat daging kemaluan astri yang menjadi mengeluarkan sesuatu.

Tangannya tak ulang memijat pundak astri melainkan menghambat beban tubuhnya di segi kanan dan kiri tubuh astri. Tiap gesekan seakan menyebabkan kemaluan astri merekah lebih lebar berasal dari sebelumnya. Kemaluan udin seperti turut ketagihan menghendaki mencicipi terus lubang astri yang seakan-akan memanggil manggil dirinya.

Rangsangan yang amat lembut dan pelan itu menyebabkan akal sehat astri dan udin buyar entah kemana. Udin dan astri diam-diam jadi larut dalam cumbuan malu-malu kemaluan mereka. Astri yang terhitung telah kegatalan jadi terbayang-bayang seumpama udin amat memasukkan batangnya kedalam kemaluannya. Badannya jadi merinding membayangkan seumpama perihal itu benar terjadi.

Kemaluan astri yang merekah itu seakan memancing kemaluan udin untuk bergerak masuk. Udin secara naluriah kini tak cuma menggesekan pucuk senjatanya saja, namun terhitung menjadi menekan lembut kedepan. Kemaluan astri yang jadi lembab menyebabkan ujung penis udin jadi ringan membelah dan membukanya..

Astri terhitung turut menjadi bibirnya kemaluannya merekah tiap kali udin menempelkannya dan sedikit mendorongnya kedepan. Astri serasa melayang tiap kali udin melaksanakan perihal tersebut.

Pelan namun pastri, udin mendorong pelan dan menariknya moncong kemaluannya ulang kebelakang. Baik astri dan udin mengetahui tiap kali kepala helm itu masuk semili lebih dalam tiap kali udin merangsek maju.

Udin yang telah tidak ulang berpikir sehat, terus mengupayakan menerobos maju lebih dalam, menyebabkan astri dibawahnya menggigit jarinya kuatir tak sabar. Hingga akhirnyadi puncak birahi mereka, kepala jamur merah itu sukses mendobrak masuk.

Napas udin serasa tercekat didada kala ujung kemaluannya hilang terhisap masuk kedalam rongga kemaluan astri. Waktu seakan berhenti kala akhirnya astri merasakan kemaluannya menjepit mesra bonggol punya udin.

Astri menghendaki mendesah sekuat tenaga namun ditahannya. Akhirnya setelah disiksa begitu lama astri menjadi plong dan lega, kemaluannya yang telah begitu gatal dapat merasakan bonggol yang sedari tadi meluluh lantakkan imannya.

Udin yang kini akhirnya sukses mengecap lubang indah punya astri itu kini tak ulang sudi menariknya keluar. Ingin rasanya udin memasukkan batangnya sepanjang barangkali disana.

Rasa nikmat yang dirasakannya mendorong udin memasukkannya lebih dalam lagi, sampai sepenuhnya diselimuti oleh kemaluan astri. Dengan amat hati-hati udin yang tetap mengira astri tertidur itu melesakkan kemaluannya maju.

Astri begitu terbuai dalam kenikmatan. Dalam gerakan lambat seperti itu Ia dapat merasakan bersama dengan seksama tiap kerut dan urat batang udin di dinding kemaluannya. Baru kali itu rasanya astri nikmati ditembusi kemaluan seperti itu.

Hingga akhirnya udin menghela napas tertahan manakala ia menyaksikan sisa batangnya menghilang masuk kedalam rongga kemaluan astri. Udin mengerjap-ngerjapkan matanya terhipnotis oleh sensasi yang baru kali itu ia rasakan seumur hidupnya, kala segenap rongga kemaluan astri membungkus batangnya erat-erat tak lepas.

Hangat, becek, lembut jadi satu. Diam-diam astri terhitung menggigit bibirnya manakala akhirnya batang kemaluan udin masuk sampai mentok, berjejalan dalam rongga kemaluannya yang berkedut manja.

Didorong oleh nafsu yang tak ulang terbendung, udin mobilisasi pinggulnya seakan mengupayakan mengeksplorasi segenap mengisi liang kemaluan astri. Astri tak kuasa turut menggoyangkan pinggulnya pelan akibat gocekkan udin.

Astri tanpa mengetahui mengangkat pinggulnya sedikit keatas, seakan membenarkan posisi penetrasi udin. Udin yang terhitung telah tak sadarkan diri, tak ulang menyimak gerakkan pinggul astri, cuma mengikuti naluri alaminya untuk menjadi mobilisasi pinggulnya maju dan mundur.

Dengan lembut udin menarik pinggulnya mundur hinggga batangnya tertarik keluar, dan lantas mendorongnya ulang masuk kedepan. Udin mendesis merasakan nikmat gesekkan pada batangnya dan dinding kemaluan astri yang basah.

Astri yang terhitung telah terbuai genjotan udin, menggigit sarung bantalnya sampai basah. Matanya membeliak keatas nikmati sodokan senjata udin. Pinggul astri secara otomatis bergerak jadi keatas sampai setengah menungging, yang lantas dipegang oleh ke-2 tangan udin seperti sedang menunggangi kuda.

Bunyi kecipak basah dikarenakan gesekkan kemaluan mereka menjadi nyaring terdengar di seantero kamar, khususnya ulang dikarenakan hujan telah usai diluar supaya bunyinya jadi mengetahui menggaung.

Mereka berdua jadi bergelora oleh percintaan terlarang itu. Astri dan udin lengah oleh bisikkan setan. Astri merasakan kenikmatan seksual yang belum dulu ia alami sebelumnya.

Apalagi jadi ia mengupayakan mengingat-ingat bahwa ini adalah suatu perihal yang salah, jadi birahinya memuncak. Ia sedang berselingkuh bersama dengan seseorang diluar pernikahannya, dan orang selanjutnya tetap seumuran bersama dengan anak sulungnya.

“Oh tidak, saya sedang bercinta bersama dengan udin. Ouhgg saya dapat klimaks.. ohh oohhh!” jerit astri dalam hati.

Astri mencengkram bantal kuat-kuat kala berasal dari dalam kemaluannya mengalir cairan tak dikenal. Kedutan liar kemaluan astri yang sedang orgasme hebat menyebabkan udin tak ulang dapat menghambat ejakulasinya.

“Mhh..b-bu astri.. b-bu.. u-din mau..ma—“

Mereka orgasme hampir berbarengan. Ketika astri menyiram kemaluan udin bersama dengan cairan cintanya, udin membalas menyemprotkan spermanya banyak-banyak kedalam rahim astri. 3-4 kali semprotan yang luar biasa melimpah, diserap sepenuhnya oleh kemaluan haus astri.

Udin diam mematung nikmati ejakulasi yang paling nikmat yang ia dulu rasakan, sampai akhirnya batangnya mengempis dan terlepeh bersama dengan sendirinya berasal dari dalam kemaluan astri.

Astri mendengus pelan tatkala ia ulang turun berasal dari langit ketujuh. Udin yang terhitung akhirnya ulang kesadarannya, berubah panik dan pucat manakala ia menyaksikan spermanya mengalir pelan berasal dari dalam kemaluan astri jatuh sampai ke kasur.

Didorong oleh rasa takut, udin langsung meloncat berasal dari atas kasur. Ia hampir terjerembap sangking lemas dengkulnya ia rasa. Seperti maling yang ketahuan, udin langsung berlari muncul secepat barangkali kabur berasal dari kamar dan muncul rumah meninggalkan astri yang terhitung tetap terhuyung lemas dan kebingungan dikarenakan udin telah hilang entah kemana.


Tidak ada komentar:
Write komentar