Rabu, 24 Oktober 2018

Cerita Dewasa - Sungguh Nikmat Bercinta Dengan Dosen Di Kampus


KacangMasPoker - Cerita Dewasa - Sungguh Nikmat Bercinta Dengan Dosen Di Kampus - Pengalaman yang tak akan pernah dilupakan. Mungkin jarang ada yang bisa mendapatkan pengalaman seperti yang saya dapatkan. Hal yang telah terjadi tanpa saya sanggup menyadarinya. Hingga saat ini saya masih belum sanggup menyelesaikan studiku cuma karena satu mata kuliah saja yang belum lulus, yakni mata kuliah yang berhubungan bersama hitung berhitung. Walaupun telah kuambil sepanjang empat semester, tetapi hasilnya belum lulus juga. Untuk mata kuliah yang lain Saya sanggup menyelesaikannya, tetapi untuk mata kuliah yang satu ini Saya benar-benar terasa kesulitan.

“Coba saja anda konsultasi kepada dosen pembimbing akademis..,” kata temanku Andi saat kita berdua tengah duduk-duduk didalam kamar kost. “Sudah, Di. Tapi beliau terhitung terlepas tangan bersama masalahku ini. Kata beliau ini ditentukan oleh dirimu sendiri.” Kata Saya sambil menghisap rokok dalam-dalam. “Benar terhitung apa yang dikatakan beliau, Gi, seluruh ditentukan dari dirimu sendiri.” sahut Andi sambil termangu, tangannya repot memainkan korek api di depannya. Lama kita repot tenggelam didalam anggapan kita masing-masing, hingga akhirnya Andi berkata, “Gini saja, Gi, anda segera saja menghadap dosen mata kuliah itu, ceritakan kesulitanmu, mungkin beliau sudi membantu.” kata Andi.

Mendengar perkataan Andi, seketika Saya segera teringat bersama dosen mata kuliah yang menjengkelkan itu. Namanya Ibu Frisca, umurnya sekitar 35 tahun. Orangnya lumayan cantik, terhitung seksi, tetapi banyak temanku begitu terhitung Saya menyebutkan Ibu Frisca adalah dosen killer, banyak temanku yang dibuat sebal olehnya. Maklum saja Ibu Frisca belum berkeluarga alias masih sendiri, perempuan yang masih sendiri enteng tersinggung dan sensitif.

“Waduh, Di, bagaimana bisa, dia dosen killer di universitas kita..,” Kata Saya bimbang. “Iya sih, tetapi kendati bagaimanapun anda kudu berterus terang perihal kesulitanmu, bicaralah baik-baik, jaman beliau tidak sudi membantu..,” kata Andi memberi saran. Saya terdiam sejenak, beragam pertimbangan terlihat di kepala Saya. Dikejar-kejar waktu, pesan orang tua, dosen wanita yang killer. Akhirnya Saya berkata, “Baiklah Di, dapat kucoba, besok Saya dapat menghadap beliau di kampus.” “Nah begitu dong, segala suatu hal kudu dicoba dulu,” sahut Andi sambil menepuk-nepuk pundakku.

Siang itu Saya telah duduk di kantin universitas bersama segelas es teh di depanku dan sebatang rokok yang menyala di tanganku. Sebelum bersua Ibu Frisca Saya sengaja bersantai dulu, karena bagaimanapun nanti Saya dapat gugup menghadapinya, Saya dapat menenangkan diri pernah lebih dari satu saat. Tanpa Saya sadari, tiba-tiba Andi telah berdiri di belakangku sambil menepuk pundakku, sesaat Saya kaget dibuatnya.


“Ayo Chris, saat ini waktunya. Bu Frisca kulihat tadi tengah menuju ke ruangannya, mumpung saat ini tidak mengajar, temuilah beliau..!” bisik Andi di telingSaya. “Oke-oke..,” Kata Saya singkat sambil berdiri, menghabiskan sisa es teh terakhir, kubuang rokok yang tersisa sedikit, kuambil permen didalam sSaya, kutarik dalam-dalam nafasku. Saya segera melangkahkan kaki. “Kalau begitu Saya duluan ya, Chris. Sampai ketemu di kost,” sahut Andi sambil mFriscanggalkanku. Saya cuma sanggup melambaikan tangan saja, karena pikiranku masih berkecamuk bimbang, bagaimana Saya kudu menghadapai Ibu Frisca, dosen killer yang masih sendiri itu.

Perlahan Saya berlangsung menyusupi lorong kampus, kondisi benar-benar lengang pas itu, maklum hari Sabtu, banyak mahasiswa yang meliburkan diri, lagipula jika saja Saya tidak mengalami kasus ini lebih baik Saya tidur-tiduran saja di kamar kost, ngobrol bersama teman. Hanya karena kasus ini Saya kudu bersusah-susah menemui Bu Frisca, untuk sanggup membantuku didalam kasus ini.

Kulihat pintu di ujung lorong. Memang ruangan Bu Frisca terletak di pojok ruangan, supaya tidak tersedia orang lewat simpang siur di depan ruangannya. Kelihatan sekali kondisi yang sepi. Pikirku, “Mungkin saja perempuan yang belum bersuami inginnya menyendiri saja.” Perlahan-lahan kuketuk pintu, sesaat sesudah itu terdengar suara dari dalam, “Masuk..!” Saya segera masuk, kulihat Bu Frisca tengah duduk di belakang mejanya sambil membuka-buka map. Kutup pintu pelan-pelan. Kulihat Bu Frisca memandangku sambil tersenyum, sesaat Saya tidak menyangka beliau tersenyum ramah pada Saya. Sedikit demi sedikit Saya terasa sanggup terasa tenang, kendati masih tersedia sedikit rasa gugup di hatiku.

“Silakan duduk, apa yang sanggup Ibu bantu..?” Bu Frisca segera mempersilakan Saya duduk, sesaat Saya takjub oleh kecantikannya. Bagaimana mungkin dosen yang begitu cantik dan anggun mendapat julukan dosen killer. Kutarik kursi pelan-pelan, sesudah itu Saya duduk. “Oke, Christoper, tersedia apa ke sini, tersedia yang sanggup Ibu bantu..?” sekali lagi Bu Frisca menanyakan perihal itu kepada Saya bersama senyumnya yang masih mengembang. Perlahan-lahan kuceritakan masalahku kepada Bu Frisca, terasa dari keinginan orangtua yang mendambakan Saya agak cepat menyelesaikan studiku, hingga ke mata kuliah yang pas ini Saya belum sanggup menyelesaikannya.

Kulihat Bu Frisca bersama telaten mendengarkan cerita Saya sambil sesekali tersenyum kepada Saya. Melihat kondisi yang demikian Saya makin tambah motivasi bercerita, hingga terhadap akhirnya bersama spontan Saya berkata, “Apa saja dapat kulSayakan Bu Frisca, untuk sanggup menyelesaikan mata kuliah ini. Mungkin suatu pas membantu Ibu bersihkan rumah, contohnya mencuci piring, mengepel, atau yah, katakanlah mencuci pakaian pun Saya dapat melSayakannya demi supaya mata kuliah ini sanggup saya selesaikan. Saya mohon sekali, berikanlah keringanan nilai mata kuliah Ibu terhadap saya.”

Mendengar kejujuran dan perkataanku yang polos itu, kulihat Bu Frisca tertawa kecil sambil berdiri menghampiriku, tawa kecil yang tampak misterius, dimana Saya tidak sanggup mengetahui apa maksudnya. “Apa saja Christoper..?” kata Bu Frisca seakan menegaskan perkataanku tadi yang secara spontan terlihat dari mulutku tadi bersama suara bertanya. “Apa saja Bu..!” kutegaskan sekali lagi perkataanku bersama spontan.

Sesaat sesudah itu tanpa kusadari Bu Frisca telah berdiri di belakangku, saat itu Saya masih duduk di kursi sambil termenung. Sejenak Bu Frisca memegang pundakku sambil berbisik di telinga Saya. “Apa saja kan Christoper..?” Saya mengangguk sambil menunduk, pas itu Saya belum mengetahui apa yang dapat terjadi. Tiba-tiba saja dari arah belakang, Bu Frisca telah menghujani pipiku bersama ciuman-ciuman lembut, sebelum saat sempat Saya tersadar apa yang dapat terjadi. Bu Frisca tiba-tiba saja telah duduk di pangkuanku, merangkul kepala Saya, sesudah itu melumatkan bibirnya ke bibirku. Saat itu Saya tidak mengetahui apa yang kudu kulSayakan, seketika ke-2 tangan Bu Frisca memegang ke-2 tanganku, lantas meremas-remaskan ke payudaranya yang telah terasa mengencang.

Saya tersadar, kulepaskan mulutku dari mulutnya. “Bu, haruskah kita..” Sebelum Saya menyelesaikan ucapanku, telunjuk Bu Frisca telah menempel di bibirku, seakan menyuruhku untuk diam. “Sudahlah Christoper, inilah yang Ibu inginkan..” Setelah berbicara begitu, lagi Bu Frisca melumat bibirku bersama lembut, sambil membimbing ke-2 tanganku untuk selamanya meremas-remas payudaranya yang montok karena telah mengencang.

Akhirnya timbul kemauan kelelakianku yang normal, seakan terhipnotis oleh reaksi Bu Frisca yang menggairahkan dan ucapannya yang begitu pasrah, kita berdua tenggelam didalam kemauan seks yang benar-benar menggebu-gebu dan panas. Saya membalas melumat bibirnya yang indah merekah sambil ke-2 tanganku tetap meremas-remas ke-2 payudaranya yang masih tertutup oleh pakaian itu tanpa kudu dibimbing lagi. Tangan Bu Frisca turun ke bawah perutku, sesudah itu mengusap-usap kemaluanku yang telah mengencang hebat. Dilanjutkan sesudah itu satu-persatu kancing-kancing bajuku diakses oleh Bu Frisca, secara reflek pula Saya terasa membuka satu-persatu kancing pakaian Bu Frisca sambil tetap bibirku melumat bibirnya.

Setelah sanggup membuka bajunya, begitu pula bersama bajuku yang telah terlepas, gairah kita tambah memuncak, kulihat ke-2 payudara Bu Frisca yang memakai BH itu mengencang, payudaranya menyembul indah di pada BH-nya. Kuciumi ke-2 payudara itu, kulumat belahannya, payudara yang putih dan indah. Kudengar suara Bu Frisca yang mendesah-desah merasakan kenikmatan yang kuberikan. Kedua tangan Bu Frisca mengelus-elus dada Saya yang bidang. Lama Saya menciumi dan melumat ke-2 payudaranya bersama ke-2 tanganku yang sesekali meremas-remas dan mengusap-usap payudara dan perutnya.

Akhirnya kuraba tali pengait BH di punggungnya, kulepaskan kancingnya, sesudah terlepas kubuang BH ke samping. Saat itu Saya benar-benar sanggup memandang bersama utuh ke-2 payudara yang mulus, putih dan mengencang hebat, menonjol selaras di dadanya. Kulumat putingnya bersama mulutku sambil tanganku meremas-remas payudaranya yang lain. Puting yang menonjol indah itu kukulum bersama penuh gairah, terdengar desahan nafas Bu Frisca yang tambah menggebu-gebu. “Oh.., oh.., Christoper.. teruskan.., teruskan Christoper..!” desah Bu Frisca bersama pasrah dan memelas. Melihat kondisi seperti itu, kejantananku tambah memuncak. Dengan penuh gairah yang mengebu-gebu, ke-2 puting Bu Frisca kukulum bergantian sambil ke-2 tanganku mengusap-usap punggungnya, ke-2 puting yang menonjol tepat di wajahku. Payudara yang mengencang keras.

Baca Juga: Cerita Dewasa - Kurelakan Keperawananku Demi Membayar Hutang Orangtuaku

Lama Saya merasakannya, hingga akhirnya sambil berbisik Bu Frisca berkata, “Angkat Saya ke atas meja Christoper.., ayo angkat Saya..!” Spontan kubopong tubuh Bu Frisca ke arah meja, kududukkan, sesudah itu bersama reflek Saya menyingkirkan barang-barang di atas meja. Map, buku, pulpen, kertas-kertas, seluruh kujatuhkan ke lantai bersama cepat, untung lantainya memakai karpet, supaya suara yang ditimbulkan tidak benar-benar keras.

Masih didalam kondisi duduk di atas meja dan Saya berdiri di depannya, tangan Bu Frisca segera meraba sabukku, membuka pengaitnya, sesudah itu membuka celana Saya dan menjatuhkannya ke bawah. Serta-merta Saya segera membuka celana dalamku, dan melemparkannya ke samping. Kulihat Bu Frisca tersenyum dan berbicara lirih, “Oh.. Christoper.., betapa jantannya kamu.. kemaluanmu begitu panjang dan besar.. Oh.. Christoper, Saya telah tak tahan lagi untuk merasakannya.” Saya tersenyum juga, kuperhatikan tubuh Bu Frisca yang 1/2 telanjang itu.

Kemudian sambil kurebahkan tubuhnya di atas meja bersama posisi Saya berdiri di pada ke-2 pahanya yang telentang bersama rok yang tersibak supaya tampak pahanya yang putih mulus, kuciumi payudaranya, kulumat putingnya bersama penuh gairah, sambil tanganku bergerilya di pada pahanya. Saya sesungguhnya mendambakan pemanasan ini agak lama, kurasakan tubuh kita yang berkeringat karena gairah yang timbul di pada Saya dan Bu Frisca. Kutelusuri tubuh Bu Frisca yang 1/2 telanjang dan telentang itu terasa dari perut, sesudah itu ke-2 payudaranya yang montok, lantas leher. Kudengar desahan-desahan dan rintihan-rintihan pasrah dari mulut Bu Frisca.

Sampai saat Bu Frisca menyuruhku untuk membuka roknya, perlahan-lahan kubuka kancing pengait rok Bu Frisca, kubuka restletingnya, sesudah itu kuturunkan roknya, lantas kujatuhkan ke bawah. Setelah itu kubuka dan kuturunkan terhitung celana dalamnya. Seketika kemauan kelelakianku tambah menggebu-gebu demi memandang tubuh Bu Frisca yang telah telanjang bulat, tubuh yang indah dan seksi, bersama gundukan daging di pada pahanya yang ditutupi oleh rambut yang begitu rimbun. Terdengar Bu Frisca berbicara pasrah, “Ayolah Christoper.., apa yang kau tunggu..? Ibu telah tak tahan lagi.”

Kurasakan tangan Bu Frisca menggenggam kemaluanku, menariknya untuk lebih mendekat di pada pahanya. Saya ikuti kemauan Bu Frisca yang telah memuncak itu, perlahan tetapi tentu kumasukkan kemaluanku yang telah mengencang keras seperti punya kuda perkasa itu ke didalam vagina Bu Frisca. Kurasakan punya Bu Frisca yang masih agak sempit. Akhirnya sesudah sedikit bersusah payah, seluruh batang kemaluanku amblas ke didalam vagina Bu Frisca. Terdengar Bu Frisca merintih dan mendesah, “Oh.., oh.., Christoper.. tetap Christoper.. jangan lepaskan Christoper.. Saya mohon..!” Tanpa pikir panjang lagi disertai hasratku yang telah menggebu-gebu, kugerakkan ke-2 pantatku maju-mundur bersama posisi Bu Frisca yang telentang di atas meja dan Saya berdiri di pada ke-2 pahanya.

Mula-mula teratur, selaras bersama goyangan-goyangan pantat Bu Frisca. Sering kudengar rintihan-rintihan dan desahan Bu Frisca karena menghambat kenikmatan yang benar-benar sangat. Begitu terhitung Saya, kuciumi dan kulumat ke-2 payudara Bu Frisca bersama mulutku. Kurasakan ke-2 tangan Bu Frisca meremas-remas rambutku sambil sesekali merintih, “Oh.. Christoper.. oh.. Christoper.. jangan lepaskan Christoper, kumohon..!” Mendengar rintihan Bu Frisca, gairahku tambah memuncak, goyanganku makin tambah ganas, kugerakkan ke-2 pantatku maju-mundur tambah cepat. Terdengar lagi suara Bu Frisca merintih, “Oh.. Christoper.. anda sesungguhnya perkasa.., kau sesungguhnya jantan.. Christoper.. Saya terasa keluar.. oh..!” “Ayolah Bu.., ayolah kita capai puncak bersama-sama, Saya terhitung telah tak tahan lagi,” keluhku.

Setelah berbicara begitu, kurasakan tubuhku dan tubuh Bu Frisca mengejang, seakan-akan terbang ke langit tujuh, kurasakan cairan kFriscakmatan yang terlihat dari kemaluanku, tambah kurapatkan kemaluanku ke vagina Bu Frisca. Terdengar keluhan dan rintihan panjang dari mulut Bu Frisca, kurasakan terhitung dadSaya digigit oleh Bu Frisca, seakan-akan menahan kenikmatan yang benar-benar sangat. “Oh.. Christoper.. oh.. oh.. oh..” Setelah kukeluarkan cairan dari kemaluanku ke didalam vagina Bu Frisca, kurasakan tubuhku yang benar-benar kelelahan, kutelungkupkan badanku di atas badan Bu Frisca bersama masih didalam keadan telanjang, agak lama Saya telungkup di atasnya.

Setelah kurasakan kelelahanku terasa berkurang, Saya segera bangkit dan berkata, “Bu, apakah yang telah kita saya katakan tadi..?” Kembali Bu Frisca memotong pembicaraanku, “Sudahlah Christoper, yang tadi itu biarlah berlangsung karena kita sama-sama menginginkannya, saat ini pulanglah dan ini alamat Ibu, Ibu mendambakan cerita banyak kepadamu, anda sudi kan..?” Setelah berbicara begitu, Bu Frisca segera menyodorkan kartu namanya kepadSaya. Kuterima kartu nama yang berisi alamat itu.

Sejenak kutermangu, lagi Saya dikagetkan oleh suara Bu Frisca, “Christoper, pulanglah, gunakan lagi pakaianmu..!” Tanpa basa-basi lagi, Saya segera mengenakan pakaianku, sesudah itu membuka pintu dan terlihat ruangan. Dengan gontai Saya berlangsung terlihat universitas sambil pikiranku berkecamuk bersama perihal yang baru saja berlangsung pada Saya bersama Bu Frisca. Saya telah bermain cinta bersama dosen killer itu. Bagaimana itu sanggup terjadi, seluruh itu diluar kehendakku. Akhirnya kendati bagaimanapun nanti malam Saya kudu ke tempat tinggal Bu Frisca. Cerita mesum.

Kudapati tempat tinggal itu begitu kecil tetapi asri bersama tanaman dan bunga di halaman depan yang teratur rapi, selaras sekali keadannya. Langsung kupencet bel di pintu, tidak lama sesudah itu Bu Frisce sendiri yang membukakan pintu, kulihat Bu Frisca tersenyum dan mempersilakan Saya masuk ke dalam. Kuketahui ternyata Bu Frisca hidup sendirian di tempat tinggal ini. Setelah duduk, sesudah itu kita pun mengobrol. Setelah sekian lama mengobrol, akhirnya kuketahui bahwa Bu Frisca sepanjang ini banyak dikecewakan oleh laki-laki yang dicintainya. Semua laki-laki itu cuma mendambakan tubuhnya saja bukan cintanya. Setelah bosan, laki-laki itu meninggalkan Bu Frisca. Lalu bersama jujur pula dia meminta Saya sepanjang masih menyelesaikan studi, Saya dimintanya untuk jadi kawan sekaligus kekasihnya. Akhirnya saya terasa mengetahui bahwa posisiku tidak beda bersama gigolo.

Kudengar Bu Frisca berkata, “Selama anda masih belum wisuda, tetaplah jadi kawan dan kekasih Ibu. Apa pun permintaanmu kupenuhi, uang, nilai mata kuliahmu supaya lulus, seluruh dapat Ibu penuhi, mengetahui kan Christoper..?” Selain memandang kesendirian Bu Frisca tanpa tersedia laki-laki yang sanggup memuaskan hasratnya, Saya pun terhitung pertimbangkan kelulusan nilai mata kuliahku. Akhirnya Saya pun bersedia terima tawarannya.

Akhirnya malam itu terhitung Saya dan Bu Frisca lagi melakukan apa yang kita lakukan siang tadi di ruangan Bu Frisca, di kampus. Tetapi bedanya kali ini Saya tidak canggung lagi melayani Bu Frisca didalam bercinta. Kami bercinta bersama hebat malam itu, 3 kali semalam, kulihat senyum kepuasan di muka Bu Frisca. Walau bagaimanapun dan entah hingga kapan, Saya dapat selamanya melayani kemauan seksualnya yang berlebihan, karena sesungguhnya tersedia jaminan perihal kelulusan mata kuliahku yang tidak lulus-lulus itu dari dulu.

Tidak ada komentar:
Write komentar